Saturday, October 14, 2023

Suku Sunda

 Suku Sunda (Sunda: Urang Sunda; aksara Sunda: ᮅᮛᮀ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ) adalah suku bangsa yang berasal dari bagian barat Pulau Jawa, Indonesia, dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup sebagian besar wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta dan sebagian wilayah barat Jawa Tengah. Populasi Suku Sunda secara signifikan juga dapat ditemukan di wilayah provinsi lain di Indonesia, dan di luar negeri seperti di Taiwan, Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Eropa, Jepang, Korea Selatan, Hongkong (Tiongkok) dan negara-negara lainnya sebagai tempat bagi para diaspora Sunda.


Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasa dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, riang, dan bersahaja.[3] Orang Portugis mencatat dalam Suma Oriental bahwa orang Sunda bersifat jujur dan pemberani. Orang Sunda juga adalah suku bangsa pertama yang melakukan hubungan diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang Hyang Surawisesa atau Raja Samian adalah raja pertama di Nusantara yang melakukan hubungan diplomatik dengan bangsa lain pada abad ke-15 dengan orang Portugis di Malaka. Hasil dari diplomasinya dituangkan dalam Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal.


Di samping prestasi dalam bidang politik (khususnya pada awal masa kemerdekaan Indonesia) dan ekonomi, prestasi yang cukup membanggakan adalah pada bidang budaya yaitu banyaknya penyanyi, musisi, aktor, dan aktris dari etnis Sunda yang memiliki prestasi di tingkat nasional, maupun internasional.[4]


Etimologi

Menurut Rouffaer (1905: 16) menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari akar kata "sund" atau kata "suddha" dalam bahasa Sanskerta yang mempunyai pengertian bersinar, terang, berkilau, atau putih (Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289). Dalam bahasa Kawi dan bahasa Bali pun terdapat kata Sunda, dengan pengertian: bersih, suci, murni, tak tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, atau waspada (Anandakusuma, 1986: 185-186; Mardiwarsito, 1990: 569-570; Winter, 1928: 219). Orang Sunda meyakini bahwa memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Karakter orang Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), wanter (berani), dan pinter (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat Sunda sejak zaman Kerajaan Salakanagara, Tarumanagara, Sunda-Galuh, Pajajaran hingga sekarang.


Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk menyebut ibu kota Kerajaan Tarumanagara yang didirikannya. Untuk mengembalikan pamor Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670, Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.


Pandangan hidup

Selain agama yang dijadikan pandangan hidup, orang Sunda juga mempunyai pandangan hidup yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Pandangan hidup tersebut tidak bertentangan dengan agama yang dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung juga dalam ajaran agamanya, khususnya ajaran agama Islam. Pandangan hidup orang Sunda yang diwariskan dari nenek moyangnya dapat diamati pada ungkapan tradisional sebagai berikut:


"Hana nguni hana mangké, tan hana nguni tan hana mangké, aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna." (Sanghyang Siksa Kandang Karesian)


Artinya: Ada dahulu ada sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa kini, bila tak ada masa silam takan ada masa kini. Ada tunggak tentu ada batang, bila tak ada tunggak tak akan ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada batangnya.[5]


Ungkapan tradisional tersebut tidak jauh dengan amanat Bung Karno dalam pidato HUT Proklamasi 1996: “Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala daripada masa yang akan datang.”


Hubungan antara sesama manusia

Hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam masyarakat Sunda pada dasarnya harus dilandasi oleh sikap “silih asah, silih asuh, dan silih asih”, artinya harus saling mengasah atau mengajari, saling mengasuh atau membimbing dan saling mengasihi sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban, kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan, seperti tampak pada ungkapan-ungkapan berikut ini:


Kawas gula eujeung peueut yang artinya hidup harus rukun saling menyayangi, tidak pernah berselisih.

Ulah marebutkeun balung tanpa eusi yang artinya jangan memperebutkan perkara yang tidak ada gunanya.

Ulah ngaliarkeun taleus ateul yang artinya jangan menyebarkan perkara yang dapat menimbulkan keburukan atau keresahan.

Ulah nyolok panon buncelik yang artinya jangan berbuat sesuatu di hadapan orang lain dengan maksud mempermalukan.

Buruk-buruk papan jati yang artinya berapapun besar kesalahan saudara atau sahabat, mereka tetap saudara kita, orang tua tentu dapat mengampuninya.

Hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya

Hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya, menurut pandangan hidup orang Sunda, hendaknya didasari oleh sikap yang menjunjung tinggi hukum, membela negara, dan menyuarakan hati nurani rakyat. Pada dasarnya, tujuan hukum yang berupa hasrat untuk mengembalikan rasa keadilan, yang bersifat menjaga keadaan, dan menjaga solidaritas sosial dalam masyarakat. Masalah ini dalam masyarakat Sunda terpancar dalam ungkapan-ungkapan:


Kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balaréa (harus menjunjung tinggi hukum, berpijak kepada ketentuan negara, dan bermupakat kepada kehendak rakyat.

Bengkung ngariung bongkok ngaronyok (bersama-sama dalam suka dan duka).

Nyuhunkeun bobot pangayon timbang taraju (memohon pertimbangan dan kebijaksanaan yang seadil-adilnya, memohon ampun).

Kepercayaan

Mayoritas orang Sunda beragama Islam (sekitar 99,84%), tetapi ada juga sebagian kecil orang Sunda yang beragama Kristen (sekitar 0,09%) seperti di wilayah Cigugur, Kabupaten Kuningan. Masyarakat Sunda yang menganut agama Kristen juga tersebar di beberapa wilayah selain di Cigugur yakni di Cianjur, Bandung, dan Sukabumi. Bukti adanya Kekristenan di tanah Sunda dan pada masyarakat Sunda bisa dibuktikan dengan adanya Gereja Kristen Pasundan yang mana itu merupakan Gereja Kristen Protestan yang berisi orang-orang Sunda yang menganut Protestan dengan jemaat sebanyak kurang lebih sekitar 30-33 ribu jiwa dari 35-36 ribu jiwa masyarakat Sunda Kristen yang mana sisanya menganut Katolik. Agama Sunda Wiwitan masih bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti pada masyarakat Sunda Baduy. Populasinya secara signifikan terdapat di Kabupaten Lebak, Banten. Sebagian sisanya terdapat juga di wilayah pedesaan Jawa Barat. Orang-orang Sunda Baduy di Banten mayoritas masih menganut kepercayaan asli Sunda, dan mereka juga terbagi menjadi 2 yaitu: Baduy luar dan Baduy dalam. Meski begitu, orang Baduy juga ada yang menganut agama Islam. Walau jumlahnya hanya sedikit sekitar 1% saja dari total populasi masyarakat Baduy. Ada pula beberapa suku Sunda yang masih menganut ajaran Hindu-Buddha, tetapi jumlahnya sangat sedikit yakni 0,01% dari populasi. Beberapa dari mereka diketahui mempunyai darah/keturunan bangsawan kerajaan Sunda pada zaman dahulu pada masa Hindu-Buddha.


Bahasa

Artikel utama: Bahasa Sunda dan Dialek bahasa Sunda


Aksara Sunda Baku

Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa Sunda. Namun, ada beberapa masyarakat Sunda terutama yang tinggal di perkotaan tidak lagi menggunakan bahasa Sunda secara penuh dalam percakapan.[6] Seperti yang terjadi di pusat-pusat keramaian kota Bandung, Bogor, Bekasi dan Tangerang, banyak masyarakat yang menggunakan bahasa Sunda bercampur dengan bahasa Indonesia.


Ada beberapa dialek dalam bahasa Sunda, para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek berbeda. Dialek-dialek ini adalah:


Dialek Barat (Banten, sebagian barat Kabupaten Bogor khususnya wilayah Jasinga Raya, dan sebagian barat Kabupaten Sukabumi)

Dialek Utara (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Karawang, sebagian timur Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, dan sebelah utara Kabupaten Subang)

Dialek Selatan (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Sukabumi)

Dialek Tengah-Timur (Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu bagian selatan, dan sebagian barat Kabupaten Kuningan)

Dialek Timur Laut (Kabupaten Kuningan, sebagian barat Kabupaten Brebes dan sebagian selatan Kabupaten Cirebon)

Dialek Tenggara (Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, dan sebagian timur dan utara Kabupaten Cilacap khususnya Kecamatan Dayeuhluhur)

Dialek Barat utamanya dituturkan di daerah Banten. Sedangkan dialek Utara mencakup daerah utara Jawa Barat termasuk Kabupaten Bogor dan beberapa daerah di kawasan pantai utara Jawa Barat. Lalu dialek Selatan atau dialek Priangan mencakup kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah-Timur adalah dialek yang dituturkan di Kabupaten Majalengka dan Indramayu. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar Cirebon dan Kuningan, juga di beberapa kecamatan di Kabupaten Brebes dan Tegal, Jawa Tengah. Dan terakhir dialek Tenggara adalah dialek sekitar Ciamis, juga di beberapa kecamatan di Kabupaten Cilacap dan Banyumas, Jawa Tengah.


Kesenian

Seni tari

Seni tari utama dalam Suku Sunda adalah tari jaipongan, tari merak, dan tari topeng.


Tanah Sunda (Pasundan) dikenal memiliki beragam budaya, Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah modern karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu degung. Musik ini merupakan kumpulan beragam alat musik seperti gendang, go'ong atau gong, saron, kacapi, suling, angklung. dsb. Degung bisa diibaratkan 'Orkestra' dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.


Seni teater

Tanah Pasundan terkenal dengan kesenian wayang golek. Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 – 21.00 hingga pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Cerita wayang yang populer saat ini banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil nama-nama dari tanah India. Dalam Wayang Golek, ada ‘tokoh’ yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti Cepot, Dawala, dan Gareng. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat menarik.


Seni musik

Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam memainkan degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang dinamakan sinden. Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang dibawakan sinden karena nada dan ritmenya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari. Di bawah ini merupakan beberapa lagu dari daerah Sunda:


Bubuy Bulan

Es Lilin

Manuk Dadali

Tokécang

Mojang Priangan

Selain itu, ada alat musik khas Sunda di antaranya adalah:


Angklung

Calung

Degung

Kacapi

Karinding

Suling

Tarawangsa

Rumah adat

Artikel utama: Rumah tradisional Sunda


Rumah tradisional Sunda suhunan Julang Ngapak di Papandak, Garut

Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk panggung dengan ketinggian 0,5 m – 0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Pada rumah-rumah yang sudah tua usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter. Kolong ini sendiri umumnya digunakan untuk tempat mengikat binatang-binatang peliharaan seperti sapi, kuda, atau untuk menyimpan alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak, garu dan sebagainya. Untuk naik ke rumah disediakan tangga yang disebut Golodog yang terbuat dari kayu atau bambu, yang biasanya terdiri tidak lebih dari tiga anak tangga. Golodog berfungsi juga untuk membersihkan kaki sebelum naik ke dalam rumah.


Rumah adat Sunda sebenarnya memiliki nama yang berbeda-beda bergantung pada bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada atap yang bernama suhunan Jolopong, Tagong Anjing, Badak Heuay, Perahu Kemureb, Jubleg Nangkub, Capit Gunting, dan Buka Pongpok. Dari kesemuanya itu, Jolopong adalah bentuk yang paling sederhana dan banyak dijumpai di daerah-daerah cagar budaya atau di desa-desa.


Jolopong memiliki dua bidang atap yang dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah, sedangkan lainnya lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di kedua ujung suhunan itu.


Interior yang dimiliki Jolopong pun sangat efisien. Ruang Jolopong terdiri atas ruang depan yang disebut emper atau tepas; ruangan tengah disebut tengah imah atau patengahan; ruangan samping disebut pangkeng (kamar); dan ruangan belakang yang terdiri atas dapur yang disebut pawon dan tempat menyimpan beras yang disebut padaringan. Ruangan yang disebut emper berfungsi untuk menerima tamu. Dulu, ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas atau perabot rumah tangga seperti meja, kursi, ataupun bale-bale tempat duduk. Jika tamu datang barulah yang empunya rumah menggelarkan tikar untuk duduk tamu. Seiring waktu, kini sudah disediakan meja dan kursi bahkan peralatan lainnya. Ruang balandongan berfungsi untuk menambah kesejukan bagi penghuni rumah. Untuk ruang tidur, digunakan Pangkeng. Ruangan sejenis pangkeng ialah jobong atau gudang yang digunakan untuk menyimpan barang atau alat-alat rumah tangga. Ruangan tengah digunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga dan sering digunakan untuk melaksanakan upacara atau selamatan dan ruang belakang (dapur) digunakan untuk memasak.


Ditilik dari segi filosofis, rumah tradisional milik masyarakat Jawa Barat ini memiliki pemahaman yang sangat mengagumkan. Secara umum, nama suhunan rumah adat orang Sunda ditujukan untuk menghormati alam sekelilingnya. Hampir di setiap bangunan rumah adat Sunda sangat jarang ditemukan paku besi maupun alat bangunan modern lainnya. Untuk penguat antar tiang digunakan paseuk (dari bambu) atau tali dari ijuk ataupun sabut kelapa, sedangkan bagian atap sebagai penutup rumah menggunakan ijuk, daun kelapa, atau daun rumia, karena rumah adat Sunda sangat jarang menggunakan genting. Hal menarik lainnya adalah mengenai material yang digunakan oleh rumah itu sendiri. Pemakaian material bilik yang tipis dan lantai panggung dari papan kayu atau palupuh tentu tidak mungkin dipakai untuk tempat perlindungan di komunitas dengan peradaban barbar. Rumah untuk komunitas orang Sunda bukan sebagai benteng perlindungan dari musuh manusia, tetapi semata dari alam berupa hujan, angin, terik matahari dan binatang.


Sistem kekerabatan


Akad nikah adat Sunda di depan penghulu dan saksi.

Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat bilateral, garis keturunan ditarik dari pihak bapak dan ibu. Dalam keluarga Sunda, bapak yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda. Dalam suku Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), piut (buyut), bao, canggahwaréng atau janggawaréng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosakata sajarah dan sarsilah (salsilah atau silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosakata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun galur/garis keturunan.


Pernikahan dalam adat Sunda terdiri atas beberapa upacara. Upacara ngeuyeuk seureuh biasanya diselenggarakan sehari sebelum akad nikah.


Hidangan khas

Artikel utama: Hidangan Sunda

Beberapa jenis makanan jajanan tradisional Indonesia yang berasal dari tanah sunda, seperti sayur asem, sayur lodeh, pepes, tutug oncom, lalaban, dll.


Profesi

Mayoritas masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani dan berladang, ini disebabkan tanah Sunda yang subur.[7] Sampai abad ke-19, banyak dari masyarakat Sunda yang berladang secara berpindah-pindah.


Selain bertani, masyarakat Sunda sering kali memilih untuk menjadi pengusaha dan pedagang sebagai mata pencariannya, meskipun kebanyakan berupa wirausaha kecil-kecilan yang sederhana, seperti menjadi penjaja makanan keliling, membuka warung atau rumah makan, membuka toko barang kelontong dan kebutuhan sehari-hari, atau membuka usaha cukur rambut, di daerah perkotaan ada pula yang membuka usaha percetakan, distro, cafe, rental mobil dan jual beli kendaraan bekas. Warung nasi khas Sunda, warung mi instan (lazim disebut "warung indomie") dan bubur kacang hijau, serta warung kopi adalah usaha ekonomi mikro sektor informal yang lazim dijalani oleh orang Sunda. Profesi pedagang keliling banyak pula dilakoni oleh masyarakat Sunda, terutama asal Tasikmalaya dan Garut. Chairul Tanjung dan Eddy Kusnadi Sariaatmadja merupakan contoh-contoh pengusaha berdarah Sunda yang berhasil. Chairul Tanjung dan Eddy Kusnadi Sariaatmadja bahkan masuk ke dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia yang dirilis majalah Forbes pada tanggal 29 November 2012.


Profesi lainnya yang banyak dijalani oleh orang Sunda adalah sebagai pegawai negeri sipil, pelaut, dan seniman; baik sebagai penyanyi ataupun aktor/aktris sinetron.


Catatan

 Akumulasi Suku Sunda dengan Suku asal Banten

Lihat pula

A


Daftar tokoh Sunda

Aktivis perempuan Sunda

Aktivis Sunda

Aktor-aktris Sunda

Arsitektur Sunda

Astronomi Sunda

B


Bahasa Sunda

Bangsawan Galuh

Bangsawan Sunda

Budaya Sunda

Budayawan Sunda

C


Cerita rakyat Sunda

D


Dialek bahasa Sunda

F


Film Sunda

Filsafat Sunda

Flora dan fauna Sunda

G


Geografi Sunda

I


Intelektual Sunda‎

J


Jurnalis Sunda

K


Kabuyutan Sunda

Kaulinan Sunda

Kerajaan di Parahyangan

Kesenian Sunda

L


Literasi Sunda‎

M


Hidangan Sunda‎

Media Sunda

Mitologi Sunda‎

Musik Sunda

Musisi Sunda

O


Organisasi Sunda

P


Partai politik Sunda

Pelukis Sunda

Pendekar Sunda

Pengusaha Sunda

Penulis Sunda

Penyanyi Sunda

Priyayi Sunda‎

R


Raja Sunda

S


Sastra Sunda

Sastrawan Sunda

Sejarah Sunda

Sejarawan Sunda

Selebritas Sunda

Seni bela diri Sunda

Seniman Sunda

Sineas Sunda

Situs arkeologi Sunda

Suku Sunda

T


Teologi Sunda

Tokoh hukum Sunda

Tokoh Jawa Barat

Tokoh militer Sunda

Tokoh olahraga Sunda

Tokoh Paguyuban Pasundan

Tokoh pendidikan Sunda

Tokoh pergerakan Sunda

Tokoh pers Sunda

Tokoh politik Sunda

Tokoh Sunda

U


Ulama Sunda

Jawa Barat

 Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian barat pulau Jawa, dengan ibu kota provinsi di Kota Bandung. Jawa Bar...